Cari Artikel

Memvalidasi Konsensus yang Kaprah di Masyarakat

Edu/Tech | 28 Nov 2024 09:14 WIB

Penulis: Mishbah Nur Ihsan al Hafis

Memvalidasi Konsensus yang Kaprah di Masyarakat
Sumber Gambar: Internet

Memvalidasi Konsensus yang Kaprah di Masyarakat

FYPMEDIA.ID –  Istilah bias kognitif menggambarkan kondisi yang terjadi ketika alam bawah sadar salah dalam berpikir sehingga akan menimbulkan kesalahan dalam berpikir, memproses, dan menafsirkan informasi. Terkadang preferensi bawah sadar manusia saling terikat satu sama lain. Hal ini akan semakin jelas ketika kita memahami dengan betul apa yang disebut konstruksi sosial.

Preferensi kita dalam banyak hal seringkali berpatokan dengan konsensus tidak tertulis yang membudaya dalam benak pikiran orang banyak. Dalam teori konstruksi sosial, konsensus tertentu bisa muncul dalam kelompok manusia melalui tiga tahap; eksternalisasi, objektifikasi, dan internalisasi. Proses internalisasi melihat pola-pola masuknya konstruk sosial dalam masing-masing manusia. Hal ini terjadi sebab konstruk tersebut telah diobjektifikasi dan diidentifikasi sebagai sesuatu yang dharuri atau prinsipal sehingga berubah menjadi sebuah nilai.

Dalam proses berpikir seseorang, hal tersebut biasanya tergambar dalam bias kognitif. Cara seseorang memproses informasi (kognisi) bisa saja mendapat pengaruh dari bias-bias yang dianggap mapan. Berikut beberapa bias kognitif yang perlu kita pahami ulang secara kritis.

6. Bias Hindsight

Berkata "Tuh kan, sudah saya duga!" setelah sesuatu terjadi. Sikap ini sebenarnya merupakan pengaruh intuitif dari dalam diri seseorang, seolah sejak awal dia sudah memprediksi hasilnya demikian. Sikap ini tentu memiliki dampak negatif sebab akan mengurangi sensibilitas berfikir seseorang. Karena berprasangka sesuatu itu akan berakhir demkian, seseorang akan mengeliminasi segala kemungkinan lain untuk memecahkan masalah. Selain itu, bila seseorang lebih mengedepankan feeling, ia akan sulit untuk belajar dari pengalaman.

7. Efek Keberlimpahan

Menganggap yang berlimpah di sekelilingnya juga berlimpah di seluruh dunia. Kita mungkin sering lupa dengan sekitar kita. Belum tentu apa yang kita nikmati sekarang berlimpah juga di tempat lain. Begitu juga belum tentu apa yang kita rasakan sekarang akan masih berlimpah di kemudian hari.

8. Pikiran Kelompok

Ikut-ikutan pendapat teman agar diterima dalam grup. Hal yang cukup umum terjadi di lingkaran-lingkaran pergaulan kita di mana kita sebagai orang yang merasa sangat perlu untuk menunjukkan kesamaan jatidiri dalam sebuah kelompok. Mungkin saja dalam beberapa kasus, hal ini cukup membantu seseorang mencari jatidiri mereka. Namun, tak dipungkiri juga hal ini berpotensi akan semakin menumpulkan kemampuan identifikasi mereka terhadap dirinya sendiri. Seseorang perlu memiliki idealisme personal untuk mempertahankan jatidiri di samping tetap berinteraksi dengan kelompoknya.

9. Ilusi Kontrol

Merasa bisa mengontrol sesuatu yang sebenarnya tidak bisa kita atur. Penelitian terkini menemukan bahwa ketika hasil yang diinginkan orang terjadi, mereka cenderung percaya bahwa merekalah yang mengendalikannya. Kesadaran ini akan terus terulang bahkan ketika orang tidak memiliki pengaruh nyata terhadap apa yang terjadi. Hal ini tidak hanya terjadi dalam kasus berhubungan dengan sesuatu yang berada di dalam diri (seperti berhasil menyelesaikan soal matematika yang rumit), tetapi juga terikat dengan sesuatu di luar diri mereka. Fenomena yang lazim ditemui yang menggambarkan ilusi ini adalah kepercayaan seseorang pada ‘benda keberuntungan’. Mereka terkadang merasa dengan alat tersebut ia dapat mengendalikan hasil sesuai apa yang diharapkannya. Terkadang pemikiran seperti ini menciptakan ilusi peningkatan kinerja, seakan meningkatkan kinerja padahal tidak ada kaitannya. Ilusi kendali ini terkadang membuat orang memfokuskan perhatian mereka pada hal-hal yang tidak memengaruhi hasil, seperti contoh percaya pada benda keberuntungan.

10. Prasangka Konfirmasi

Sederhananya, bias ini merupakan kecenderungan untuk mencari hanya informasi yang menegaskan apa yang sudah diyakini sebelumnya. Vice versa, ia akan cenderung menutup diri dari informasi yang menurutnya tidak cocok dengan pendiriannya. Jika ditarik lebih jauh, bias ini mendorong orang hanya fokus pada satu kemungkinan dan mengabaikan penjelasan alternatif dari ide tersebut. Cara pikir ini hendaknya dihindari sebisa mungkin. Terlebih intensitas kita dalam bermedia sosial semakin tinggi saat ini. Media sosial bisa mendorong orang pada bias konfirmasi lewat echo chamber dan filter bubble. Dua algortima ini mengarahkan orang hanya pada sejumlah informasi tertentu yang disenangi user dan mereduksi jumlah informasi yang berlawanan.

11. Pikiran Optimis Berlebihan

Berpikir "Pasti aku bisa!" padahal belum tentu. Optimis tentu boleh-boleh saja dengan catatan dalam porsi yang dapat diterima. Berpikir “aku pasti bisa” dapat mengaburkan kita dari tujuan awal, karena sudah terstimulus semua akan berjalan sesuai kehendak kita. Tidak dapat dipungkiri, kita pasti akan menemui kegagalan dalam berproses. Oleh sebab itu selalu siapkan ruang untuk kecewa atas kegagalan

Itu beberapa jenis bias kognitif yang seringkali mempengaruhi cara pandang kita terhadap realita. Penulis mengumpulkan beberapa bentuk bias kognitif yang relevan dengan budaya digital kita dewasa ini.

Diolah dari Wikipedia dan beberapa sumber online.

Lainnya Untuk Anda